Intisari Ibadah

 

Picture by rdne stock project


 قَالَ  رَ بِّ إِنِّى وَهَ نَ ٱلْعظَْمُ  مِنِّى وَٱشْتعََ لَ ٱل َّ رأسُْ  شَيْبًا وَلَمْ  أكَُنۢ  بِدُعَائٓكَِ  رَبِّ  شَقِيا

Artinya: Ia berkata "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah 

dan kepala saya  telah ditumbuhi uban, 

dan saya  belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. – QS. Maryam : 4 

Pada kegiatan Tadabbur Weekly, yang diadakan oleh Rahmah Study Club setiap ba’da Subuh, saya mendapati QS. Maryam tersebut. Malamnya, dalam forum yang berbeda, ayat ini dibahas juga. Terngiang nasihat Papa rahimahullah bahwa tidak ada yang kebetulan. Sehingga, malam itu, diri ini begitu mellow, merasa ini adalah teguran Allah buatku.

Sebagai Ibu Rumah Tangga tanpa asisten rumah tangga dalam 2,5 tahun belakangan ini, aktivitas sehari-hari sudah bisa dibilang autopilot. Kalaupun ada perubahan, hanya kontennya saja. Misal, biasa menyiapkan sarapan, makan siang dan kudapan untuk anak-anak dan suami, kalau dulu seringnya kudapannya yang instan, belakangan saya merasa perlu mengubahnya menjadi real food.


Picture by Kristina Paukshtite

Jadi ada effort tambahan untuk mengolahnya. Perlu penyesuaian memang awalnya. Tidak usah ditanya soal capek dan bosan, alhamdulillah ala kulli haal.. Saya berusaha menjalaninya, karena mungkin dengan cara inilah saya punya amal shalih yang pahalanya lebih besar. Namun, karena seringnya sudah autopilot itu, jadinya saya merasa biasa saja. Tidak ada yang istimewa sehingga membuat saya harus berlama-lama dalam doa.

Doa-doa yang dipanjatkan pun, rasanya juga sudah template. Doa syaidul istighfar, doa memohon agar pasangan dan keturunan kita menjadi penyenang hati, doa untuk kedua orang tua serta doa memohon kebaikan di dunia dan akhirat. Rasanya sudah lama saya tidak berdoa selain doa-doa tersebut.  

Pikiran saya sejak hari itu jadi teringat salah satu ayat Al-Qur’an tentang permintaan kepada Allah dan kaitannya dengan rasa sombong.  

 وَقَالَ  رَ ُّ بكُمُ  ٱدْعُونِ ىٓ أسَْتجَِبْ  لكَُمْ  ۚ إِ َّ ن  ٱلَّ ذِينَ  يَسْ تكَْبِرُونَ  عَنْ  عِبَادَتِى سَيَدْخُلوُنَ  جَهَنَّ مَ  دَاخِرِي نَ

Artinya: Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". – QS. Al Ghafir : 60  

Jangan-jangan, selama ini tuh saya sudah sombong. Merasa bisa mengerjakan semua urusan rumah tangga dari mulai memasak, mencuci piring, bikin cemilan, bermain dan menstimulasi anak-anak terutama balita shalihahku Maryam yang usianya belum 3 tahun. Belum lagi merapikan rumah dan pakaian, itu adalah karena saya  mampu mengatur semua kesibukan-kesibukan itu. Bahkan, saya sering merasa sangat berdaya dan produktif.

Duh ya Allah, kok sombong sekali ya saya . Padahal sering kali saya  merasa sudah tidak kuat lagi. Karena kalau diurai, namanya pekerjaan rumah tangga itu tidak ada habisnya, kan.

Rak cuci piring tidak pernah betul-betul kering. Anak-anak laki-laki ku pun, rasanya kenyang hanya sebentar saja. Sedikit-sedikit sudah tanya “Ada makanan apa bunda?”. Belum lagi drama anak balita. Ingin rasanya saya  berdiam diri saja dan memberikannya gadget tanpa batas supaya saya  bisa me-time dan merasa waras. Tapi, apakah itu yang terbaik baginya? Bukankah di usia nya yang dini itu, dia perlu banyak stimulasi? Banyak mengenal karena dari siapa lagi dia “belajar” banyak hal kalau bukan dari saya , Ibunya. Madrasah pertamanya. Aaah…mumet.  

Do’a adalah Inti Ibadah   

Melihat doa nabi Dzakariya, hati ini menjadi malu. Betapa beliau begitu menyadari kelemahan diri dan betapa beliau selalu berbaik sangka kepada Allah. Saya  seolah lupa bahwa ibadah itu tidak hanya ibadah fisik saja, semisal sholat, membaca Al Qur’an, bersedekah dan pekerjaan menjadi ibu rumah tangga ini. Namun juga ada ibadah hati. Bagaimana hati ini selalu merasa dekat dengan Allah, melibatkan Allah dalam segala hal. Bahwa Allah-lah yang Maha Mengatur, Maha Memudahkan. Sungguh saya tidak akan sanggup kecuali Allah sanggupkan.

Betapa kemudahan untuk bisa shalat saja, itu pun tidak akan terjadi tanpa petunjuk dan hidayah Allah. Kesehatan yang prima, bangun sebelum subuh dan terkadang tidur lebih malam dari seluruh penghuni rumah yang lain, belum kalau anak atau suami sakit, tidak mungkin saya mampu menjalankan peran ini tanpa campur tangan Allah. 


Picture by rdne stock project


Lalu kenapa saya tidak memohon kepada Allah? Mengapa dalam doa-doa saya, tidak ada permintaan semoga apa yang saya kerjakan mendapat Ridha-Nya? Bukankah Ridha Allah itu begitu penting? Mengapa saya tidak memohon hingga meneteskan air mata, agar seluruh kelelahan yang saya alami, akan Allah balas dengan surga dari pintu mana saja? Dan bahkan, mengapa saya tidak meminta agar senantiasa dimampukan untuk terus memohon kepada-Nya, bahkan diatara seluruh aktivitas yang melelahkan ini?

Lalu, apakah saya tidak punya permintaan duniawi, misalnya, kesehatan, kemudahan dalam membersamai tiga  orang anak, doa agar menjadi istri shalihah, ini sering terlupa. Karena sibuk mengurus anak dan rumah, lupa bahwa perempuan juga punya peran sebagai istri. Lalu, doa agar anak-anak menjadi ahli Al-Qur’an, doa untuk kemudahan anak-anak belajartuh kan, ternyata saya punya banyak kebutuhan yang perlu diminta kepada Allah.  

Diriwayatkan oleh At Tirmidzi no 2969, Rasulullah Shalallahu a’laihi wasallam bersabda,

 ال ُّ دعَاءُ  مُ ُّ خ  الْعِبَادَةِ

Artinya: "doa itu merupakan inti dari ibadah"

Apabila do’a adalah inti ibadah, bagaimana mungkin saya bisa menganggap aktivitas saya sebagai ibu rumah tangga itu sebagai Ibadah, apabila saya tidak mengiringinya bersama dengan do’a?

 

Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang  

Pernah tidak saya merasa begitu letih hingga rasanya ingin berhenti saya menjadi ibu? Tentu pernah. Karena saya bukan malaikat yang jiwanya stabil dan selalu tunduk pada perintah Allah.

Tapi, Allah Maha Baik, malam itu, saya merasa Allah sedang mengingatkan saya untuk tidak tenggelam dalam rutinitas tanpa ruh. Allah mengingatkan saya untuk memahami hakikat saya melakukan ini dan itu di dalam rumah sebagai wujud ibadah dengan terus memohon dan terkoneksi dengan-Nya dalam do’a.

Karena, sebagai ibu dengan aktivitas yang sama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu tanpa cuti, sungguh rawan jiwa ini merasa kosong dan kesepian. Lupa pada tujuan awal menjadi ibu itu bukan sekedar mengurusi urusan fisik saja, tapi juga bagaimana jiwa anak dan suami terpenuhi kebutuhannya, Namun, bagaimana bisa ya memenuhi saya menjadi wasilah terpenuhinya kebutuhan jiwa penghuni rumah lain, kalau saya tidak memenuhi diri sendiri dulu? Dengan cara apa? Tentunya hanya Allah yang punya semuanya, termasuk memenuhi kebutuhan jiwa ini melalui ayat-ayat Nya. Dan sebagaimana saya berkomunikasi dengan suami misalnya, do’a sejatinya menjadi sarana komunikasi saya dengan Allah.  

Lebih dari itu, menjadi Ibu, menjadi madrasah utama dan pertama bagi anak-anak bukanlah perkara mudah dan remeh temeh. Ini adalah pekerjaan serius yang Allah amanahkan kepada Perempuan. Bagaimana bisa dari tangan Perempuan bisa lahir anak-anak yang akan menjaga peradaban Islam kecuali dari Ibu yang senantiasa dekat dengan Allah? Rasanya tidak mungkin. Dan bagaimana bisa senantiasa dekat dengan Allah tanpa berdoa?  

Ah, Allah Maha Baik.

Allah sudah sampaikan semua kebutuhan kita melalui ayat-ayat Al-Qur’an.  

 

REFERENSI  

• https://rumaysho.com/19453-doa-adalah-ibadah.html 

• https://tafsirweb.com/5050-surat-maryam-ayat-4.html 


KONTRIBUTOR

Rizki Amalia bergabung bersama RSC di Angkatan 4 sejak bulan Agustus 2022. Sejak resign dari pekerjaannya sebagai seorang Sales & Marketing di Perusahaan jasa tahun 2018, Rizki Amalia fokus mengurus keluarga dan akhirnya menemukan passion dari hobi lamanya yaitu menulis. Artikel pertamanya dipublikasikan di media online tahun 2021. Saat ini berdomisili di Tangerang dengan suami dan 3 orang anaknya.

0 comments