Ikatlah Dirimu dengan Tali Allah

Saat membaca referensi untuk pertemuan ke tujuh weekly tadabbur Rahmah Study Club, saya menemukan ungkapan ‘Al-Qur’an adalah kehidupan’. Ungkapan ini disampaikan Syeikh Al-Utsaimin dalam Tafsir Juz ‘Amma ketika menyampaikan isyarat yang terkandung dalam QS. Ath-Thariq: 11-13,

 وَالسَّمَآءِ ذَاتِ الرَّجۡعِۙ‏ 11 وَالۡاَرۡضِ ذَاتِ الصَّدۡعِۙ‏ 12 اِنَّهٗ لَقَوۡلٌ فَصۡلٌۙ‏ 13

Artinya: “Demi langit yang mengandung hujan, dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan, sungguh, (Alquran) itu benar-benar firman pemisah (antara yang hak dan yang batil),”

Dalam ayat ini, Allah bersumpah dengan langit yang mengandung hujan, lalu turun ke bumi dan membuatnya terbelah dengan tumbuh-tumbuhan. Proses inilah yang membuat bumi memiliki kehidupan dari yang sebelumnya mati. Begitulah penafsiran sumpah yang ketika dikaitkan dengan isi sumpah memberi saya perspektif baru saat menatap hujan. Curahan air dari langit yang memberikan kehidupan bagi bumi, menjadi perumpamaan bagi al-Qur’an yang mentransfer kehidupan kepada siapa pun yang mengikatkan diri kepadanya. 

Photo by Aaron Burden

Menurut Ibnu Qayyim, 'kehidupan seseorang ditentukan oleh kehidupan hati dan jiwanya'. Di antara cara menghidupkan hati adalah dengan mengenal Allah subhanahu wata’ala melalui ayat-ayat al-Qur’an. Dari sini, saya jadi mengaitkan pendapat tersebut dengan penafsiran al-Qur’an sebagai kehidupan. Apalagi, dalam Ath-Thariq 13 disampaikan ‘al-Qur’an itu benar-benar firman…’, yang menyiratkan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah azza wa jalla yang disampaikan kepada Nabi Muhammad shallahu ‘alayhi wasalam, melalui Malaikat Jibril alaihisalam. Masih dari perkataan Ibnul Qayyim, “... siapa yang hatinya telah kehilangan kehidupan (hati) ini, maka sirnalah seluruh kebaikan dalam hidupnya, walau diberikan sebagai pengganti berupa gemerlap dunia, …. Segala sesuatu di dunia yang hilang dapat tergantikan. Namun jika ia kehilangan Allah, maka sama sekali tiada sesuatu yang dapat menggantikan-Nya.” MasyaaALLAH. Kehilangan Allah adalah kehilangan terbesar dalam kehidupan manusia. Ibaratnya ketika Allah telah hilang dalam hati seseorang, maka dia sebenarnya telah mati sebelum datangnya malaikat maut. Mempertahankan Allah dalam diri kita melalui al-Qur’an seperti menjadi tarikan napas supaya tetap hidup.

Dalam Tafsir Syaikh Al-Utsaimin, beliau menyampaikan salah satu makna firman “sungguh, (Alquran) itu benar-benar firman pemisah (antara yang hak dan yang batil),” adalah al-Qur’an itu memisahkan atau memutuskan setiap orang yang menentangnya dan memusuhinya. Firman Allah azza wa jalla tidak sekadar memisahkan haq dan bathil yang berkenaan dengan hukum syari’at tetapi juga akan memisahkan antara orang-orang bertaqwa dan orang-orang zalim. Dari sini, tergambar bagaimana kondisi kehidupan (hati) dan posisi seseorang sangat ditentukan kedudukan al-Qur’an di dalam diri masing-masing.

Photo by Ed Us
IKATLAH DIRIMU DENGAN TALI ALLAH

Diriwayatkan dari Jabir bin Muth’im ra, ia berkata: “Kami pernah bersama Rasulullah saw di Juhfah. Beliau keluar menemui kami lalu bersabda, ‘Bukankah kalian bersaksi bahwa tiada ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah?’ Kami menjawab, ‘Ya, benar.’ Beliau bersabda. ‘Kalau begitu, bergembiralah karena al-Qur’an itu ujung satunya berada di tangan Allah, sedangkan ujung satunya lagi berada di tangan kalian. Maka, berpegang teguhlah dengannya, niscaya kalian tidak akan celaka setelahnya, selamanya.’” 

Sebuah pesan yang seharusnya memang membuat hati bersorak gembira karena membayangkan ketika tangan ini memegang tali al-Qur’an, di saat yang sama Allah pun sedang berada di ujung satunya. Meski sebenarnya tidak boleh dibayangkan seharfiah itu, tetapi tetap rasanya hati dan mata ini meleleh membaca riwayat tersebut. Selain itu, hikmah yang saya ambil adalah saat al-Qur’an digenggam dengan teguh—senantiasa dibaca, dihafalkan, ditadabburi—maka harapannya proses mengikatkan diri kepada ayat-ayatNya yang dilakukan dengan istiqomah, semoga dapat mengantarkan perjumpaan denganNya di “ujung tali satunya”.

Allah berfirman di dalam QS. An-Nisa’: 175

فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱللَّهِ وَٱعْتَصَمُوا۟ بِهِۦ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِى رَحْمَةٍ مِّنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَٰطًا مُّسْتَقِيمًا

Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.

Kontributor: Sinta Nisfuanna (Rahmah Study Club Member)

Referensi:

  1. Tafsir Juz Amma; Syaikh Al-Utsaimin; Darul Falah
  2. Ensiklopedia Asmaul Husna; Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Badr; Pustaka Imam asy-Syafi'i 
  3. Panduan Tadabbur Al-Qur’an; Dr. Khalid Abdul Karim Al-Lahim; Kiswah Media


0 comments