Menggenggam kembali semangat muharram

 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ 

Seiring dengan berakhirnya tahun 1444 Hijriyah, saya teringat kembali pada kajian yang saya simak beberapa tahun lalu. Mengenai sejarah adanya penanggalan Hijriyah, dan alasan dibalik dipilihnya momen hijrah sebagai patokannya. Mungkin kita sudah ma'lum dengan kisah itu; ketika keluhan Abu Musa Al-Asy'ari terhadap surat-surat dari Amirul Mukminin yang tidak diketahui tahun dikirimnya membuat Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu mengumpulkan para sahabat mulia, merencanakan pembuatan penanggalan untuk umat Islam.

Photo by Dino Reichmuth on Unsplash

Meski berulang kali saya mendengar tentang kisah ini, tapi baru pertama kali itulah saya mulai menyadari satu hal. Bahwa para sahabat radhiyallahu 'anhum berdiskusi panjang tentang penanggalan utamanya karena dilandasi satu semangat; menyelisihi kaum kafir

Umar bin Khattab dan para sahabat bisa saja memakai penanggalan Romawi yang sudah ada. Namun semangat berIslam membuat mereka tidak ingin mengikuti tradisi kaum kafir. Pilihan-pilihan lain pun muncul, namun pada akhirnya Al-Qur'an yang menjadi landasan inspirasi. Sebuah ayat yang sesungguhnya tak ada kaitannya dengan penanggalan namun jadi titik tolak kemajuan dakwah Islam ketika itu.

... لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ...

"...sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa sejak hari pertama, lebih layak kamu untuk shalat di dalamnya..." (QS At-Taubah 108)

Hari pertama yang dimaksud dalam ayat tersebut, adalah hari di mana Nabi  bisa beribadah dengan tenang untuk pertama kali. Hari di mana masjid pertama dalam peradaban Islam dibangun. Seperti perkataan Umar bin Khattab, sebagai pemisah antara yang haq dan yang bathil. 

Sembari menulis ini, saya berpikir kembali. Apakah semangat Muharram yang digagas para sahabat mulia dulu masih terwaris kepada kita? Untuk berbangga menjadi muslim, dengan selalu berusaha menyelisihi kaum kafir dan khawatir menjadi bagian dari mereka. Ah, saya bahkan masih dengan santai melakukan hal-hal yang syubhat sampai hari ini.

Tentu keadaan kita saat ini tak lepas dari keterangan Rasulullah  ,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ  . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ  وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah , “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari)

Sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai kita tidak bisa lagi mengenali agama kita sendiri. Kita memang masih muslim, tapi sudah tidak memahami inti ajaran Islam. Kita masih mengaku beriman tapi tanpa ragu meniru kebiasaan dan tradisi kaum Nasrani dan Yahudi. Padahal tiap shalat, terucap selalu doa untuk berlindung dari pengaruh mereka. Atau jangan-jangan, kita pun lupa pada makna doa itu?

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ 

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

Photo by marius sebastian on Unsplash

Jalan lurus ini, begitu terang benderang, dibekali dengan buku panduan. Namun mensyaratkan hati yang lapang dan jiwa yang bersih. Maka jadi pertanyaan besar bagi saya saat ini, ke mana hati saya ketika mengucapkan Al-Fatihah tiap shalat itu? Dan apakah saya sudah selamat dari bahaya menyerupai kaum kafir? Mana bagian penyerupaan yang boleh saya lakukan, mana yang sama sekali terlarang?

Maka di momen tahun baru ini, saya mengajak teman-teman semua untuk menghadirkan suasana rapat Amirul Mukminin dengan para sahabat di hadapan kita. Ketika mereka bermusyawarah, beradu dalil dan pendapat demi kehormatan umat Islam. Saya berdoa, semoga semangat itu bisa kita warisi dan juga wariskan kepada generasi setelah kita. Semangat kebanggaan seorang Muslim, yang sangat tidak rela ketika dirinya menyerupai kaum kafir.







0 comments